Me and You
Umur 14 tahun merupakan peralihan dari
masa kanak-kanak menuju masa remaja. Pada saat inilah semua anak akan mengalami
perubahan secara fisik maupun psikis. Gak ada lagi yang namanya keseriusan
dalam belajar, yang ada hanyalah keinginan merasakan kebebasan dan mencari tahu
apa itu cinta. Pada masa ini pula rata-rata remaja akan merasakan kasmaran sama
seperti yang sedang aku rasakan. Namaku Fenny Anggraini,
biasa dipanggil Fenny. Aku sekarang duduk dibangku kelas tiga SMP, bukannya
belajar dengan serius untuk menghadapi ujian tengah semester, aku malah sibuk
memikirkan seseorang.
Sruupp.. Aku menghisap air es jeruk yang
ada didepanku sembari memainkan handphone. Seolah-olah aku tak menghiraukan
perkataan ayahku yang menyuruhku untuk segera melaksanakan ibadah solat isya.
Sesekali aku melontarkan pandangan kesekitar ruangan keluarga tempat aku
berada. Semua keluargaku sibuk dengan pekerjaannya masing – masing kecuali
ayahku yang sedari tadi masih memerhatikanku dengan sinis karena aku tak segera
melaksanakan suruhannya untuk solat, walaupun pada dasarnya solat adalah
suruhan Allah SWT. Akupun bergegas melaksanakan perintahnya itu, “Daripada kena
omel duluan yaudahlah solat aja” kataku dalam hati.
Selesai melaksanakn perintah Tuhan itu
akupun kembali asik dengan handphoneku. Media sosial seperti facebook, twitter,
blog dan aplikasi chat yang ada didalamnya kini menjadi temanku sehari – hari
tak terkecuali malam ini. Akupun beralih dari semua aktifitas malam ini dan
lebih memilih berteman dengan twitter.
“Followers baru nih, siapa ya? Aku dm
suruh perkenalan diri aja deh.” pikirku. “kalo dari headernya sih kayaknya anak
SMA, mungkin kakak kelas kali ya?” pikirku lagi. Aku beda seperti anak – anak
sebayaku pada dasarnya, selalu waspada dan lebih berhati - hati dalam mencari
teman di dunia maya.
“Intro?” kata yang aku berikan pada orang yang
ber unsername @nasri_ itu.
“Maksudya?” orang itu menjawab dengan
pertayaan. Aku rasa dia tidak mengerti maksudku.
“ Perkenalkan diri kaka” jawabku memberi
tahunya.
“Oh, nama kaka Nasri. kok kamu bisa
tau aku lebih tua dari kamu? Kamu kelas
berapa?” dia menjawab sembari bertanya kepadaku.
“Iya kan header kaka fotonya anak – anak
berseragam putih abu – abu jadi aku panggil kaka ya kaka. Aku kelas 9” jelasku.
“Oh iya ya, haha.. kamu kelas 9 dimana?”
tanyanya
“Di 179 ka, kaka SMA dimana? Tanyaku
balik.
“Kaka di SMA X, walah ternyata ade kelas
kaka juga toh.” Balasnya.
“Oh, kaka dulu dari 179 juga? Kelas
berapa sekarang?” tanyaku lagi.
“Iya. Sekarng kaka kelas XI ipa 3. Kamu
9 berapa?” tanyanya.
“Wih, hebat nih anak ipa. Haha.. aku
kelas 96” jawabku.
Dan dari percakapan pertama itupun aku mulai
akrab dengan kaka kelas tersebut. Percakapan akupun tak berhenti sampai disitu
dan berlanjut dengan ocehan – ocehan, candaan, sidiran, curhatan, dan motifasi
untuk mendapatkan SMA negeri yang bagus dia berikan kepadaku. Karena aku tau
dia adalah kaka kelasku dan bersikap baik maka aku tidak khawatir memberikan
nomor handphoneku terhadapnya.
Tanpa
kusadari dua bulan sudah aku mengenalnya. Keakraban diantara aku dan dia pun
semakin bertambah. Ocehan – ocehan yang
berisi berbagai macam teks tulisan itu kini sudah mulai terbiasa aku nikmati.
Kita kenal sudah hampir lama tapi belum tau dan belum pernah bertatap muka
secara langsung. Sampai akhirnya dia beratanya dichatting tersebut,
“Fenn,
kaka penasaran deh kamu kaya gimana sih?”
“Intinya
badan aku pendek deh ka-_-“ jawabku terlalu jujur.
“yaelah,
jujur banget kamu-_- kalo diketik doang mah gampang, kaka pengen liat
langsung.” Jawabnya.
“Gimana
cara liatnya? Pake sedotan? Haha..” jawabku bercanda.
“Jeh
malah bercanda, kaka serius. Besok minggu dah lari pagi bareng kaka mau gak?”
ajaknya.
“Haha,
iya iya. Oke besok lari ketemuan didepan 179 jam 6 aku tunggu.” Jawabku cepat.
Keesokan
harinya, jam 6 kurang aku sudah ada didepan 179. Rasa deg-degkan menyelimutiku,
wajar saja karna hari ini adalah pertemuan perdana aku sama kaka kelas itu.
Tidak lama setelah aku datang, kaka kelas itupun datang dan menghampiriku. Aku
gugup, wajahnya memenuhi penglihatanku. Aku mencoba menghindar dengan
melontarkan pandanganku kesembarang tempat dan objek yang ada disekelilingku
saat ini. Bibirku seketika kaku untuk berbicara, hanya senyuman yang pertama
kali bisa aku persembahkan. Namun, tak selamanya dalam lari pagi tersebut aku
diam membisu. Tak lama setelah beberapa meter kami berlari, aku memberanikan
untuk membuka mulutku. Dan ternyata dia juga menungguku untuk membuka
pembicaraan tersebut.
Lari
pagi bareng sekaligus pertemuan pertama inipun terisi oleh ocehan – ocehan,
candaan dan sindiran kita secara
langsung tanpa pelantara benda apapun. Entah kenapa hari ini aku merasa senang
sekali walaupun aku hanya diajak lari pagi, rasanya lari pagi hari minggu kali
ini beda dengan lari pagi dimiggu sebelum – sebelumnya.
Pertemuan
kitapun tak hanya berhenti pada lari pagi saja. Sejak pertemuan pertama ini
kita masih mempunyai pertemuan – pertemuan selanjutnya. Sampai aku tak sadar
bahwa sekarang adalah tanggal delapan, dan tanggal delapan bulan ini adalah
tepat aku mengenal dia selama tiga bulan. Tidak terasa memang, perkenalan yang
kita mulai sejak tiga bulan lalu itu kini telah membuat kita seakrab ini,
sedekat ini, dan membuat saling tau tentang apa yang masing – masing kita
rasakan. Tapi setelah beberapa hari kaka kelas itu tau perasaanku, dia bertanya
“Hmm..
kamu masih suka sama aku?” tanyanya.
“hm,
iya” aku menjawab singkat tapi pasti.
“kamu
gak takut aku kasih harapan doang?” tanyanya lagi.
“takut.”
Jawabku masih singkat dengan kepastian.
“kamu
cuma sekedar suka atau lebih dari itu?” tanyanya lagi.
“Entah,
mungkin lebih.” Jawabku masih seperti sebelumnya.
“Maaf
ya, kaka belum bisa ngebales rasa sayang kamu. Tapi, kalo sayang sebagai ade
kelas iya kaka sayang banget.” Dan seketika, setelah aku membaca kata – kata
itu, serasa darahku naik, emosi melonjak, air mata ingin tumpah dan pengen
ketawa sekencang – kencangnya . hahahahaha... aku marah besar, iya marah. Mana
ada sih perempuan yang gak marah, yang gak kesel, yang gak ngerasa sakit
setelah tau orang yang pernah ngungkapin perasaannya ke dia ternyata cuma
dianggap ade kelas doang? Hhh-
Sudah
beberapa hari ini aku cuekin dia, semua chat dan sms permintaan maaf dari kaka
kelas itu gak pernah aku balas. Aku berfikir, “Kenapa aku egois begini? Kenapa
aku jadi kaya anak TK yang lagi ngambek gara – gara gak dibeliin balon? Apa
urusannya kalo dia gak anggap aku lebih dari seorang ade kelas? Aku kan salah
juga, terlalu berlebihan. Tuhan aja maha
pemaaf, masa aku gabisa maafin orang yang gak sepenuhnya salah ini gara – gara
dia?” batin ku. Akhirnya aku memutuskan untuk membalas semua permintaan maafnya
melalui chat dan aku juga meminta maaf kepadanya.
“Iya
ga apa – apa kak dimaafin, Fenny lebay ya haha.” Jawabku setelah dia panjang
lebar meminta maaf.
“kamu
gak lebay kali, wajar kamu punya perasaan kaya gitu kamu kan cewe” jawabnya
mengerti apa yang ku maksud.
“Hahaha..”
aku tertawa membaca kata – katanya.
“Kalo
kamu mau benci kaka gak apa – apa kok” katanya pasrah.
“Haha,
gak akan lah ka.” Jawabku enteng seolah – olah masalah ini sudah aku anggap
hilang.
“Kamu
sakit ya pas tau kata-kata kaka? Maaf ya kaka bisanya nyakitin doang” kata kaka
kelas itu masih meminta maaf.
“Engga
ka, gak apa-apa Fenny kan setrong. Hhahah.” Jawabku sembari tertawa.
“jangan
ketawa dibalik rasa sakir Fenny” katanya.
“heh? Fenny udah gak sakit ko hahahahah.. udah ka udah dimaafin sekarang kita temenan
lagi aja ya” kataku.
Ya,
setelah aku dan dia sama - sama minta
maaf atas keegoisan, dan kesalah pahaman ini semua akhirnya aku dan ka Nasri
pun mulai beraktifitas dan menjalani hari-hari seperti biasa lagi. Kita masih
sering chatting, sms, bahkan jalan dan lari pagi barengpun masih sering kita
lakuin tapi tanpa ada rasa apapun yang terselip didalamnya. Yang ada hanyalah
persahabatan yang indah.
TAMAT
created by : Rica Ayu S
Tidak ada komentar:
Posting Komentar