Dia Atau Sahabat?
Add caption |
Namaku Atikah, umurku 14 tahun. Aku
sekolah di 179 dengan 3 sahabatku. Mereka adalah Sanny, Fitri dan Kira. Sudah 2
tahun lebih Aku bersama mereka. Hari
demi hari kita lewati bersama. Suka, duka, gembira, sedih, tertawa kita
selalu bersama tanpa ada masalah apapun. Aku selalu bersyukur kepada tuhan
karna telah diberikan persahabatan yang seindah ini. Setiap hari kita merajut
persahabatan yang indah, yang mungkin jarang orang lain mempunyai persahabatan
seperti ini. Namun, semuanya berubah saat salah satu dari kita mulai mengenal
cinta dan menjauh.
Senin, Aku terbangun pukul lima pagi.
Setelah melakukan kegiatanku yang seperti biasa akupun membereskan buku
pelajaran dan bergegas berangkat ke sekolah. Pagi ini matahari mulai menampakan
dirinya. Saat disekolah aku bertemu Sanny, kami hanya saling menyapa. Hari ini
setelah pulang sekolah aku berkumpul dengan Fitri dan Kira saja, entah kenapa
Sanny tidak ikut berkumpul. Mungkin saja dia sedang mengerjakan PR.
2 hari setelah itu kami memang berkumpul
lagi, ngobrol seperti biasanya, bercanda tawa. Tapi, seminggu setelah itu Sanny
menjauh, Sunny hanya bermain dengan teman barunya. Disitu, kita hanya memaklumi
dan berfikir positif saja.
Esoknya, kita berkumpul bersama lagi.
Saat berkumpul, tidak sengaja aku melihat sms di hpnya Sanny, aku baca sms itu.
aku baca perlahan-lahan, aku kaget karena orang yang sms Sanny mengajak Sanny
untuk pergi berdua. Setelah Sanny sadar, aku langsung pura-pura bermain game
saja. Aku hanya memendam kekagetanku dan bersikap seperti biasa.
Hari-hari aku lalui seperti biasa. Kecuali
hari rabu dibulan Oktober. Rabu, ya hari itu. hari yang tidak bisa aku lupakan,
kenapa? Karna hari itu hari yang benar-benar tak terduga. Kebetulan dihari itu,
aku dan Sanny ada ulangan matematika dan kelas Sanny yang ulangan duluan.
Selesai pergantian mata pelajaran, aku pergi ke kelas Sanny dengan temanku.
Setelah sampai, aku hanya bertanya ke Sanny “ Bagaimana ulangannya? Apakah ada
yang susah? Apa saja yang keluar?” Sanny menjawab dengan nada yang tidak begitu
enak “Susah, banyak yang keluar”.
Saat itu Hasna temennya Sanny
bertanya padaku bagaimana cara nomer 2, aku melihat soal dan mencoba untuk
membantunya. Tapi tiba-tiba Sanny berkata “Bohong! Dia gak tau! Lihat saja
mukanya, seperti itu! mana mungkin ia tau!” dengan wajah yang angkuh, dan
langsung pergi meninggalkanku. Disitu, aku merasa kecewa, sangat kecewa. Hatiku
sakit. Bagaimana tidak? Sahabat yang selama ini selalu aku banggakan berkata
seperti itu padaku.
Teng tong teng.. bel istirahat tiba,
aku langsung pergi ke taman untuk menceritakan kejadian tadi kepada Fitri dan
Kira. Saat menceritakan kejadian itu, aku menangis karna tak sanggup menahan
sesak di dakam dadaku. Fitri dan Kira juga ikut sedih, mereka juga merasakan
perubahan terhadap Sanny. Akhirnya aku, Fitri dan Kira membuat keputusan yaitu
kita jauhi sanny untuk sementara agar ia sadar atas sikapnya.
Hari itu berlalu dengan cepatnya..
Sehari, tiga hari, seminggu Aku
melihat perubahan didirinya. Perubahan? Ya, tapi perubahan yang tidak Aku, Fitri
dan Kira harapkan. Sanny malah menjauh dari kami, dan kalau ketemu hanya
sekedar senyum dan berlalu begitu saja. Aku, Fitri dan Kira sangat kecewa
dengan sikap dia yang seperti itu.
Akhirnya setelah pulang sekolah Aku,
Fitri dan Kira sepakat untuk membicarakan semuanya. Saat Aku, Fitri dan Kira
berkumpul di tempat yang biasa kami kunjungi untuk menumpahkan segalanya,
dimulai dari Aku untuk mengeluarkan semua keluh kesahku dengan Sanny kemudian
dilanjutkan oleh Kira dan terakhir Fitri. Terakhir Aku bilang kepada fitri dan
Wati ‘’Jika ia ingin pergi dan menjauh dari kita, ikhlaskan saja. Mungkin ini
lah yang terbaik bagi kita. Sahabat memang tidak selamanya, kadangkala pasti
ada saja perpisahan. Walaupun kita baikan lagi itu ibarat dengan kaca pecah
walaupun disambung lagi pasti ada bekas retaknya”
Setelah puas dengan mengeluarkan
keluh kesah masing-masing, kami berencana untuk segera bicara dengan Sanny
tentang tingkah lakunya yang tidak kami sukai. Aku menunggu hari esok
dengan hati yang berdebar-debar,
berdebar karna Aku tidak tau apa yang akan terjadi, Aku takut sesuatu yang
tidak menyenangkan akan terjadi esok. Begitu lama Aku melamun, membayangkan apa
yang akan terjadi sampai akhirnya Aku tertidur lelap dibalut dengan
bayang-bayang hari esok.
Akhirnya, hari yang Aku tunggupun
tiba, hari dimana kami bertiga menumpahkan segala keluh kesah kepada Sanny.
Setelah pulang sekolah Kira dan Fitri langsung menuju tempat yang biasa kami
kunjungi. Dan tugasku adalah membawa Sanny ketempat itu. ‘’Semoga semuanya
berjalan lancar.’’ Batinku.
Teng tong teng.. bel pulang sekolah
tiba, Aku segera keluar kelas dan bergi menuju kelas sanny, menunggu Sanny
untuk membicarakan sesuatu. Setelah Sanny keluar, aku segera menggenggam
tangannya dan mengajak ia ke suatu tempat yang sudah kami rencanakan.
Saat tiba di tempat tersebut, kami
merasa saling canggung. Tapi akhirnya, suasana menjadi cair saat salah satu
dari kami membuka mulutnya untuk membuka pembicaraan ini. Satu persatu dari
kami mulai mengungkapkan isi hati dan kekesalan kami masing-masing kepada Sanny.
Dimulai dari Aku ‘’san, aku ingin berbicara sesuatu.’’
“Silahkan.’’ Jawab Sanny.
‘’San, sebenarnya aku gak suka sikap
kamu berubah tambah egois, sombong, dan lebih lebay setelah kamu kenal sama
kakak kelas itu. Dia udah banyak ngerubah kamu!! Aku sedih kamu berubah seperti ini.’’ Lanjut Aku.
“Lebay? lebay kenapa sih? Aku gak
lebay. Aku hanya temenan sama dia, gak lebih. Ngerubah gimana? Orang aku masih
seperti dulu tuh.” Jawab Sanny.
“Kamu gak merasa lebay? Kamu gak
ngerasa berubah sejak kenal orang bodoh itu? hah? apa kamu gak ngerasa banyak
yang terbebani sama sikap kamu? Apa kamu ga ngerasa kalo orang itu udah bawa
kamu kesikap yang gak baik? Bahkan dia udah ngajarin kamu buat kamu bohong ke
orang tuamu sendiri!!” Kata Fitri membentak saking kesalnya menyambar
perkataanku sebelum aku menjawab pertanyaan Sanny.
“Iya San, asal kamu tau ya. Kita tuh
sebenernya ngawasin kamu dari kejauhan, kita tau kalo misalkan kamu pergi sama
cowok itu. Tapi pas kita Tanya ke ibu kamu, ibu kamu malah bilang kalo kamu
pergi ke rumah Atikah” kata Kira.
Sanny merasa kesal dan terkucilkan,
ia langsung pergi meninggalkan kami. Kami hanya mengelus dada saja dengan
kelakuannya. Cukup sabar kami dengan perlakuannya. Setelah itu, kami langsung
pulang ke rumah maasing-masing.
Disekolah kami berpas-pasan
dengannya, ia cuek dan mengabaikan kami. Begitu juga kami, kami juga cuek dan
tidak ingin tau tentangnya. Teman-teman pada bertanya dengan kami ‘’Kenapa
tidak berempat lagi? Biasanya juga
kalian selalu berempat.” Mendengar pertanyaan seperti itu kami hanya tersenyum
sembari bilang “Tidak apa-apa.”
Sehari, dua hari, seminggu. Sikap Sanny masih seperti itu,
bahkan ia sudah tak ingin berkomunikasi dengan kita. Kita cukup cemas dengan
tingkah dia yang kekanak-kanakan. Kita
coba mencari informasi tentangnya dan ternyata ia masih saja berkomunikasi
dengan cowok itu. kami geram mendengarnya. Saking geramnya, kami mulai
menyindir dia. Mulai nyuekin dia, tidak ingin bertatap muka dengannya.
Lama-lama, cowok itu mendekatiku dan meminta untuk kami mendekati
Sanny lagi. Aku bilang “Gak!!.” Dengan nada membentak. Setelah itu lama-lama
Sanny mendekati kami. Kami tetap diam dan nyuekin dia. Lama-lama ia tidak tahan
dengan sikap kami.
Saat kami sedang berkumpul di taman sekolah, ia mendekati
kami, yang tadinya kami bercanda tawa berubah menjadi hening dengan
kedatangannya Sanny. Sanny langsung membuka mulut dan berkata “Maaf mengganggu
kesenangan kalian, aku hana ingin berbicara sesuatu denagn kalian.”
“Apa lagi yang harus dibicarakan?
Bukannya semua sudah berakhir? Bukankah kamu sendiri yang ingin seperti ini?’’
jawab Fitri.
“Sudah-sudah. Jangan kebawa emosi
dulu Fit. Biarkan Sanny berbicara dulu”
“Aku akui aku salah. Sikapku terlalu
egois, kekanak-kanakan. Aku telah melupakan kalian, bersikap seenaknya saja dengan
kalian. Aku tau semua itu salah. Tapi satu hal, aku gak bisa ngelak kalau aku
memang bohong pada orang tuaku. Karna aku ingin jalan sama cowok itu. aku suka
sama dia, aku sayang banget sama dia. Aku gak bisa ngelupain dia. Apa aku salah
kalo aku seperti itu? aku gak ingin kehilangan dia. Aku ingin kalian mengerti.
Aku mohon, aku ingin kita kembali seperti dulu. Aku gak kuat sendirian, aku
kangen dengan canda tawa kalian” kata Sanny.
“Iya kami tau kamu suka sama dia, tapi
seengganya kamu gak bohong sama orang tua kamu dan kamu gak usah terlalu
ngarepin dia!’’ jawab Kira.
“Yaudah, sekarang mau kamu apa? Masih
tetep berhubungan sama cowok itu atau masih mau bersahabat sama kita. Kalo kamu
masih mau bersahabat dengan kita, kamu harus bisa ngejauhin cowok itu. kalo
kamu masih mau berhubungan dengan cowok itu, jangan bersahabat dengan kami.
Bukannya kami kejam, tapi kami ingin kamu terlalu ngarepin cowok yang udah
ngerubah kamu itu. kami ingin merubah kamu kembali kaya dulu lagi!” kata Aku.
“Aku mau dua-duanya! Aku masih mau
bersahabat dengan kalian dan aku juga masih mau deket sama cowo itu. Aku gamau
jauh dari kalian dan juga gamau jauh dari cowok itu. Aku sayang kalian dan juga
cowo itu. Aku gak mau kehilangan kalian dan cowo itu!” Jawab Sanny sembari
menutup kedua wajahnya yang mulai memerah dan matanya mulai meneteskan air
mata.
“Iya sekarang mau kamu kaya gimana?
Mau sama kita lagi? Atau mau sama cowo yang udah ngerubah kamu itu?” kata Fitri
masih terbawa emosi.
“Aku ingin dua-duanya. Aku tidak bisa
melepas kalian ataupun cowok itu. aku sayang dengannya dan juga dengan kalian. Aku
mohon, izinkan aku berkomunikasi dengan dia, aku janji aku tidak akan bertemu
dengan dia lagi. Tapi hanya sekedar berkomunikasi.” Tangis Sannypun meledak.
Kami berpikir sejenak. Kami bimbang,
diantara harus membiarkannya atau tidak. Kami takut kalau kami membiarkannya ia
akan lebih buruk. Akhirnya kami memutuskan untuk membiarkannya. Dengan sangat
berat hati kami memperbolehkan ia berkomunikasi dengan cowok itu.
“Baiklah, kami mengizinkan kamu
berkomunikasi dengannya tapi jangan terlalu sering dan jangan pernah bertemu
cowok itu!” kata Fitri
“Terimakasih, kalian memang yang
terbaik. Iyaa, pasti aku akan menepati janjiku” tangisnyapun mereda, berubah
menjadi sebuah senyuman yang telah lama tidak terlihat.
Kamipun berpelukan, bahagia sekali
rasanya. Masalah ini bisa teselesaikan. Hari-hari kamipun jalani seperti biasa.
Kami ngumpul bersama, bercanda tawa,
senang, sedih bersama. Merajut persahabatan seperti dulu. Persahabatan yang
lebih indah tentunya.
Tamat
Created
by : Atikah Fadhilah